Kerugian Negara Akibat Peredaran Ponsel BM Tembus Rp 1 Triliun

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Peredaran ponsel BM atau Black Market di Indonesia sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto menyebut jika total kerugian negara akibat peredaran ponsel BM mencapai Rp 1 Triliun per tahun.

Melihat kerugian negara yang sangat bersar tersebut, sontak membuat pihak DPR RI khawatir atas semakin maraknya peredaran ponsel BM di Indonesia.

Anggota DPR RI dari Komisi XI ,Eva Kusuma Sundari mengatakan jika dalam memberantas ponsel BM harus dimulai dari pihak Dirjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan dan pihak terkait yang berfokus pada pengawasan barang.

Opportunity loss jika hulu gak dibereskan maka akan membuat kita kehilangan pemasukan APBN,” ucap Eva.

“Ini lebih pada integritas penegak hukum seperti Bea Cukai, pihak pelabuhan dan juga kepolisian,” lanjut Eva.

Dia meminta kepada pemerintah supaya Dirjen Bea dan Cukai (DJB) harus diberikan kesempatan untuk mengakses data terkait mobilitas barang ekspor dan impor supaya lebih mudah membendung ponsel BM yang akan masuk ke Indonesia.

“Memastikan supaya temen-temen DJB itu akses terhadap data. Itu gak akan berfungsi data ini jika mereka tidak dapat mengaksesnya,” ucap Eva.

Selain itu, Eva juga meminta kepada pihak Kemenkeu lain yakni Dirjen Pajak (DJP) untuk membuka kantor perwakilan di negara lain seperti Hongkong dan Guangzhou, China untuk memudahkan pihak investor.

Ia berpendapat, bahwa bisa saja ponsel BM masuk karena vendor dari luar negeri karena tidak memahami regulasi di Indonesia

“Seharusnya DJP ini ditempatkan lebih jauh. Ketika arus investasi paling banyak di China jadi DJP ini ditempatkan di Hongkong atau Guangzhou. Jadi bukan hanya teman-teman Bea Cukai yang harus kesana,” ucap Eva.

Hal serupa juga dikatakan oleh Taufikul Hadi selaku anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Nasdem. Menurutnya kasus ponsel BM ini masuk kedalam tindak pidana ekonomi.

Tindak pidana yang dimaksud adalah melanggar Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

“Jadi ini bukan soal regulasi tapi soal penegakan hukum,” ucap Taufikul.

Dirinya sendiri kurang setuju jika perlu dibuat spesifikasi khusus tentang gadget termasuk ponsel BM di dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurutnya undang-undang tersebut sudah cukup kuat karena melalui UU Kepabeanan kejahatan ponsel BM bisa masuk kedalam Lex Specialis penafsiran hukum yang bersifat khusus.

“Ini sudah cukup memadai karena bisa dikaitkan dalam lex specialis yakni UU Kepabeanan. Saya sependapat ini persoalan penegakan hukum,” ucap Taufikul.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI), Ali Soebroto mengatakan jika operasi pasar yang dilakukan pemerintah untuk mengawasi peredaran ponsel BM cenderung lemah. Menurutnya hal ini karena  pernah terjadi polemik di pasar ketika operasi dilakukan.

“Lemah, iya dulu pernah dilakukan dan terjadi keributan,” ucap Ali di Media Center, Gedung MPR/DPR RI, Jakarta Pusat Selasa (06/11)

Maksud dari keributan pasar adalah ketika Menteri Perdagangan era presiden SBY, Gita Wirjawan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di ITC Roxy Mas pada medio Mei 2013.

Hasilnya Gita kaget karena banyak sekali ponsel BM atau ilegal dan saat itu pemerintah ingin serius dalam mengatasi polemik tersebut.

Tetapi yang terjadi kehebohan di pasar karena pemerintah dianggap keliru dalam melakukan operasi pasar. “Jadi semua itu seakan-akan berlebihan pemerintahnya. Jadi gerakannya tanggung,” ucap Ali.

Bahkan ketika itu apa yang dilakukan Gita tampak sia-sia karena menurutnya tidak ada tindakan hukum dari pemerintah atas maraknya kasus ponsel BM yang beredar di Indonesia.

“Pak Gita melihat dengan mata kepalanya sendiri banyak sekali ponsel yang tidak memenuhi standar dan ilegal tapi hingga hari ini tidak ada tindakan hukum,” ujar Ali.

Menurutnya operasi pasar itu penting bagi memberantas peredaran ponsel BM. Melalui tindakan tersebut maka pemerintah bisa mengatasi peredarannya sampai ke akar dan pelaku bisa kapok melakukan aksinya lagi.

“Kalo sudah ilegal harus ditindak ya sampai ke akarnya itu. Kalo sudah ditindak terus maka akan timbul efek jera,” ujar Ali.

Sertifikat Palsu

Sebelumnya tim Telset.id menulis hasil investigasi tentang peredaran ponsekl BM di Indonesia dengan modus pemalsuan sertifikat SDPPI, yang dijual bebas tanpa ada penindakan dari pihak regulator, dalam hal ini Kominfo.

Hal itu dibuktikan dari hasil investigasi tim Telset.id, yang menemukan sejumlah merek ponsel yang dijual para importir atau distributor tidak resmi di Indonesia menggunakan sertifikat palsu. Ponsel-ponsel BM dengan sertifikat palsu itu sangat mudah didapatkan di lapak-lapak toko fisik dan juga online shop. Anehnya, semua ponsel BM itu “bersertifikat”.

Salah satu merek ponsel yang dari dulu terkenal banyak ponsel BM-nya adalah Xiaomi. Menurut hasil pengamatan kami, para distributor nakal ini sangat senang memasukkan ponsel BM merek Xiaomi karena memang peminatnya banyak di Indonesia. Tak heran, ponsel BM merek Xiaomi selalu membanjiri lapak gelap, karena para distributor nakal bisa meraup untung besar.

Apakah cuma Xiaomi? Tentu saja tidak. Karena hampir semua merek ponsel ada “versi BM-nya”. Mulai dari Samsung, iPhone, Huawei, Asus, LG, Sony, dan masih banyak lagi. Bahkan, iPhone menjadi merek kedua terbanyak setelah Xiaomi yang ada di pasar gelap.

Untuk membuktikan aksi tipu-tipu para distributor ini, kami memutuskan untuk melakukan investigasi langsung ke lapangan. Dan akhirnya kami menemukan salah satu ponsel yang terindikasi ponsel BM, yakni Xiaomi 6X dan Xiaomi Mi A2. Keduanya sejatinya adalah satu produk yang sama tapi dipasarkan dengan nama yang berbeda, tergantung wilayah pemasarannya.

Khusus untuk Xiaomi 6X ini menarik, karena sejatinya tidak dipasarkan secara resmi di Indonesia, tapi bisa dengan mudah ditemukan di sentra-sentra ponsel di Jakarta, maupun di toko-toko online. Ponsel Xiaomi 6X yang kami beli, ditawarkan dengan garansi distributor “B-Cell”. Saat memutuskan untuk membelinya, kami tertarik dengan stiker sertifikat SDPPI yang tertera di kardusnya, karena terindikasi bodong alias palsu.

Indikasi sertifikatnya palsu karena kami melihat sertifikat SDPPI yang tertulis di kardusnya diterbitkan tahun 2014. Sementara Xiaomi 6X sendiri baru dirilis tahun 2018. Untuk membuktikannya, kami coba mengecek nomor sertifikat tersebut di website Ditjen SDPPI (https://sertifikasi.postel.go.id), untuk mengetahui apakah sertifikat itu resmi terdaftar atau tidak. [NM/HBS]

Baca juga berita terkait Seribu Akal Distributor Nakal di Lapak Ponsel BM dan Sengkarut Ponsel BM: Modus Baru Masalah Lama.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI