Telset.id, Jakarta – Facebook baru-bari ini mengumumkan kebijakan barunya terhadap konten apa yang perlu atau tidak disensor. Ini terkait dengan maraknya kecaman terhadap raksasa media sosial Amerika Serikat (AS) itu terkait banyaknya konten berita palsu yang dianggap berbahaya.
“Kami tidak mengizinkan konten yang secara fisik atau finansial membahayakan orang, yang mengintimidasi orang melalui bahasa kebencian atau yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan menipu orang yang menggunakan Facebook,” ujar VP Kebijakan Facebook Richard Allan dalam posting blognya, seperti dilansir ZDnet.com, Jumat (10/8/2018).
Postingan itu muncul pada hari yang sama ketika Facebook mengkonfirmasi akan melarang situs-situs yang berbagi cetak biru atau blue print untuk senjata hasil cetak 3 dimensi (3D).
Kebijakan ini juga mengikuti keputusan perusahaan teknologi tersebut awal pekan ini untuk menghapus halaman milik Alex Jones, ahli teori konspirasi terkenal yang telah mengungkapkan keyakinan bahwa penembakan di sekolah Sandy Hook pada 2012 adalah tipuan.
Baca juga: Facebook dkk Kompak Cekal Ahli Konspirasi Alex Jones
Facebook mengatakan mereka mengambil keputusan untuk menghapus halamannya sendiri, meskipun keputusan itu diumumkan tidak lama setelah Apple mengatakan akan menghapus file audio digital atau podcast Jones dari platformnya.
“Setiap kebijakan yang kami miliki didasarkan pada tiga prinsip inti, memberi orang suara, menjaga orang-orang (penggunanya) aman dan memperlakukan orang secara adil,” terangnya.
Baca juga: Cegah Ujaran Kebencian, Facebook Uji Tombol Downvote
“Frustrasi yang kami dengar tentang kebijakan kami, baik di luar dan di dalam, berasal dari ketegangan yang tak terelakkan antara ketiga prinsip ini,” tulis Allan lebih jauh.
Allan menambahkan pihaknya condong ke arah ekspresi bebas karena itu adalah inti dari siapa dan mengapa perusahaan itu ada.
Kerangka dasar yang ada saat ini dinilai menimbulkan banyak ruang untuk interpretasi.
Pertama dan terutama, Facebook menyensor konten ketika diperlukan untuk mencegah bahaya.
Contoh paling nyata, kata dia, adalah ancaman kekerasan yang besar. Perkataan yang mendorong kebencian bisa masuk ke dalam kategori itu, tetapi mungkin juga tidak.
“Ini mungkin salah satu yang paling menantang dari standar kami untuk ditegakkan karena menentukan apakah sesuatu itu adalah ucapan kebencian sangat tergantung pada konteks di mana itu dibagikan.” Imbuh dia.
Baca juga: Facebook Putus Akses Pengguna ke Ratusan Ribu Aplikasi
Allan juga membela keputusan kontroversial Facebook untuk melenyapkan konten palsu di platformnya.
Daripada memblokir konten karena tidak benar, lanjut dia, Facebook memilih menurunkan postingan tersebut di News Feed dan juga mengarahkan orang ke artikel lain pada subjek yang sama.
Klarifikasi ini mengikuti reaksi terhadap desakan CEO Facebook Mark Zuckerberg bahwa Facebook tidak akan secara otomatis menghapus konten yang menyangkal Holocaust. [WS/HBS]
Sumber: ZDNET