Telset.id, Jakarta – Para bos perusahaan teknologi di Sillicon Valley, California Amerika Serikat (AS), dikenal memiliki penampilan sangat bersahaja. Gaya berbusana ini juga sebelas dua belas dengan para karyawan mereka, yang biasanya mengenakan setelan kaus oblong dan celana jins karena dianggap lebih fungsional ketika bekerja.
Kemungkinan para pimpinan dan juga pekerja di Silicon Valley mencontoh penampilan Steve Jobs yang tidak terlalu perduli pada mode pakaian. Bahkan Bos Facebook Mark Zuckerberg hanya mengenakan kaos abu-abu polos setiap hari selama bertahun-tahun.
Merasakan adanya peluang disana, Hermes kemudian membuka gerainya di Palo Alto, lokasi berkumpulnya para bos perusahaan raksasa teknologi dunia yang kaya raya.
Toko Hermes yang ke-34 di Palo Alto itu diharapkan bisa turut menuai hasil bagus, seperti tokonya di San Fransisco yang dibuka sebelumnya.
“Kami membuka toko baru ini setelah toko San Francisco kami menuai hasil yang sangat kuat. Ini juga taruhan di masa depan. Sekarang, Anda dapat melihat bagaimana warga sering berinvestasi lebih banyak di mobil mereka daripada di pakaian mereka.
Kami berharap dapat mengubah itu sedikit,” kata CEO Hermes Axel Dumas kepada para pemegang saham pada Juni lalu, seperti dilansir Channel News Asia, Senin (30/7/2018).
Eksekutif top Hermes lainnya Guillaume de Seynes, melihat potensi besar di Silicon Valley.
Palo Alto dinilai tidak terlalu jauh dari San Francisco, yang bertebaran kemewahan di mana-mana. Namun, lingkungannya dinilai sangat berbeda karena tidak menunjukkan adanya kamewahan.
“Orang sangat fokus pada kesuksesan profesional mereka, bekerja sangat lama,” katanya.
Pendiri Paris School of Luxury Eric Briones mengatakan bahwa mendiang Steve Jobs memiliki selera berpakaian yang buruk. Kendati demikian, dia mengakui penampilan buruk tidak menjadi hal yang bisa menurunkan kinerja seseorang.
Sedangkan pemimpin bisnis perusahaan rintisan alias startup, kata dia, memiliki dampak budaya yang sangat besar sehingga perusahaan di seluruh dunia menjadi lebih santai tentang pakaian.
“Saat ini, bos startup dilihat sebagai lambang kesuksesan. Bagi mereka, pakaian adalah utilitarian, fungsional dan sekunder. Dan jika mereka mengenakan setelan jas, mereka harus bebas kerut, karena mereka tidak punya waktu untuk bersolek. Mereka hidup dengan berpindah dari satu pesawat ke pesawat berikutnya,” kata Briones.
Selain Hermes, ada dua raksasa mode asal Perancis yang juga membuka gerai Silicon Valley, yakni Louis Vuitton dan Cartier. Di Santa Clara, pecandu mode kelas atas dapat menemukan butik Christian Dior, Balenciaga dan Yves Saint Laurent, di pusat perbelanjaan California yang mewah.
Tetapi bukan karena hanya karena mereka tidak selalu mengenakan pakaian mewah karya perancang dunia, kaum muda revolusi digital itu tidak mengadopsi kemewahan. Mereka dinilai banyak berinvestasi dalam real estat, seni kontemporer, mobil dan amal.
“Segmen populasi khusus ini telah mengadopsi kebiasaan gaya hidup mewah. Mereka juga tahu banyak tentang anggur dan keahlian memasak,” kata Elisabeth Ponsolle des Portes dari Comite Colbert, pemilik 82 rumah mewah Prancis yang mengkhususkan diri dalam mode, keahlian memasak, hotel dan budaya.
Comite Colbert telah menjalin kemitraan dengan Universitas Stanford di Silicon Valley. Mulai September, para pengrajin akan mengajarkan kepada para siswa teknik-teknik yang diidamkan selama berabad-abad oleh para pandai emas Perancis. [WS/HBS]
Sumber: Channel News Asia