Telset.id, Jakarta – Nampaknya ZTE masih bisa sedikit bernapas di Amerika, karena pemerintah Presiden Donald Trump masih membolehkan produsen smartphone asal China itu melanjutkan kegiatan bisnisnya dalam bidang tertentu.
Sementara itu, anggota parlemen AS hingga saat ini masih merencanakan langkah mereka terhadap nasib perusahaan asal China itu di negeri Paman Sam untuk waktu ke depan.
Menurut engadget.com, Rabu (4/7/2018), April lalu, Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) melarang ZTE bermitra dengan perusahaan AS setelah perusahaan ini mengirimkan suku cadang buatan AS ke Iran dan Korea Utara, yang melanggar sanksi perdagangannya.
Perusahaan teknologi raksasa China ini juga disinyalir berbohong mengenai pemberian bonus besar untuk para eksekutif yang terlibat dengan pelanggaran sanksi itu.
Duh! Diembargo AS, ZTE Tak Mampu Perbaiki Toilet Kantor
Meskipun pemerintahan Trump mencari cara supaya ZTE mendapat kelonggaran pemberian hukuman, beberapa anggota Kongres ingin sanksi tertentu tetap berlaku. Sementara kedua pihak mencoba untuk menyelesaikannya, ZTE akan diizinkan untuk tetap menyediakan beberapa layanan mereka.
Setelah Kongres memberlakukan larangan selama tujuh tahun, ZTE dilaporkan berhenti membuat produknya. Karena sebagian besar smartphone perusahaan menggunakan prosesor Qualcomm yang diproduksi oleh AS, larangan itu menimbulkan kebuntuan produksi dan sangat mengancam masa depannya.
Namun Juni lalu, Departemen Perdagangan mengumumkan bahwa Amerika telah membuat kesepakatan dengan ZTE, yang menyetujui untuk mencabut larangan tersebut dengan sejumlah syarat antara lain perusahaan membayar denda US$ 1 miliar atau mencapai Rp 14,3 triliun, mengganti jajaran direktur baru dan membuat departemen kepatuhan yang dipilih negara ekonomi nomor dua dunia itu.
Tetapi sejumlah anggota parlemen AS tidak puas dengan hal itu dan menambahkan bahasa ke RUU Otorisasi Pertahanan Nasional yang akan mengembalikan sanksi terhadap ZTE. Keprihatinan anggota parlemen didasarkan dugaan kuat bahwa ZTE mungkin memberi informasi pada pemerintah China dan menimbulkan risiko keamanan bagi Amerika.
Baca juga: Kurang Bayar Denda, Sanksi ZTE Belum Dicabut
“China menggunakan perusahaan telekomunikasi sebagai sarana untuk melakukan spionase. Kami perlu menyelesaikan teka-teki perdagangan dan keamanan nasional yang lebih besar di samping tindakan penegakan untuk pelanggaran sanksi,” kata Senator John Cornyn (R-TX) bulan lalu. Senat kemudian meloloskan RUU itu, yang sekarang perlu disamakan dengan versi DPR, tidak termasuk ketentuan ZTE.
Biro Industri dan Keamanan Departemen Perdagangan memberi wewenang kepada ZTE untuk mendukung jaringan dan peralatan yang sudah di kontrak sebelum diberlakukan larangan 15 April. Perusahaan ini juga dapat mendukung operasional telepon yang tersedia untuk umum sebelum tanggal tersebut serta mengumpulkan atau mengirim pembayaran tertentu.
Otoritas ini juga memungkinkan pengungkapan informasi ZTE mengenai kerentanan keamanan dalam barang yang dimiliki atau dikendalikan oleh ZTE.
Baca juga: “Dimusuhin” AS, Operasional ZTE Terancam Berhenti
Ini ketika terkait dengan proses penyediaan penelitian keamanan penting yang sedang berlangsung untuk menjaga integritas dan keandalan jaringan komunikasi dan peralatan. Izin ZTE berlaku mulai 2 Juli hingga 1 Agustus.
Sumber: Engadget