Telset.id, Jakarta – Indosat Ooredoo telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, yang meminta pemerintah menerapkan tarif batas bawah layanan Data. Indosat beranggapan sudah waktunya pemerintah campur tangan untuk menyelamatkan keberlangsungan industri telekomunikasi.
Dalam suratnya, President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli menyampaikan kondisi persaingan usaha di sektor telekomunikasi, terutama layanan data atau Internet sudah lama berada pada situasi persaingan usaha tidak sehat.
Menurut Alex, operator terjebak dalam perang tarif yang berbahaya, karena harga layanan data di Indonesia sudah sangat rendah dan jauh di bawah harga layanan sejenis di negara lain.
“Operator terjebak dalam perang tarif yang berbahaya, karena harga layanan data di Indonesia sudah sangat rendah, bahkan dijual dengan harga di bawah biaya produksi,” ujar Alex.
[Baca juga: Minta Tarif Data Diatur, Bos Indosat Surati Menkominfo]
Ia mengungkapkan, tekanan persaingan bebas tanpa regulasi yang memadai telah memaksa operator untuk menjual layanan data dengan tarif di bawah biaya produksi secara terus menerus. Kondisi ini mengakibatkan imbal hasil yang tidak memadai bagi operator.
Hal itu akhirnya akan mengurangi kemampuan operator untuk mempertahankan kualitas layanan, apalagi memperluas layanan. Dalam jangka panjang bahkan dapat membahayakan keberlangsungan hidup operator.
Alex mencontohkan di industri transportasi, pemerintah menerapkan tarif batas bawah yang berlaku bagi pelaku di industri. Jika dilihat sekilas dan dalam jangka pendek, kebijakan ini seperti tidak pro persaingan dan pelanggan. Tapi dalam jangka panjang, tarif batas bawah diklaim akan menyelamatkan persaingan dan kepentingan pelanggan.
“Mekanisme pasar tidak dapat berjalan dengan normal, campur tangan pemerintah sudah sangat diperlukan untuk menyelamatkan keberlangsungan industri telekomunikasi dan layanan kepada masyarakat,” tegas Alex.
Keprihatinan dari Indosat ini diamini oleh operator Tri Hutchinson Indonesia. Menurut mereka (Tri), saat ini tarif layanan Data di Indonesia terlalu murah. Harusnya ada regulasi yang mengatur batas tariff bawah layanan Data.
“Tarif data di Indonesia sangat murah, idealnya tarif data yang normal untuk di Indonesia adalah sekitar Rp 25.000/GB,” kata M. Danny Buldansyah, Vice President Director at PT Hutchison 3 Indonesia.
Menurut Danny, jika tarif data dinaikan maka penggunaan data oleh pelanggan juga akan turun. Tapi secara industri telekomunikasi di Indonesia akan jauh lebih efisien.
Hal senada diungkapkan Merza Fachys, President Director Smartfren Telecom. Ia mengaku sangat prihatin terhadap kondisi operator di Indonesia yang kesulitan dalam menggelar layanan data/internet, karena harganya yang kelewat murah.
“Konon tarif data di Indonesia nomor empat paling murah di dunia. Padahal investasi untuk membangun dan biaya operasi jaringan data di Indonesia, saya yakin tidak paling murah di dunia. Karena investasi jaringan data 60-70% adalah barang import. Dan kita tahu perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi hanya itu-itu juga pemainnya,” kata Merza kepada tim Telko.id, Kamis (20/7/2017).
Ditambahkannya, bahwa dalam banyak hal pembangunan prasarana jaringan seperti site, tower, dukungan daya listrik dan lainnya juga bukan barang murah di Indonesia. Dari sisi operasional jaringan di Indonesia juga masih banyak membutuhkan dukungan pihak asing (managed service).
“Artinya secara capex dan opex tidak lebih murah, tapi harga jualnya kok malah jauh lebih murah,” ujar Merza.
Kondisi ini, menurut Merza, secara logika tentu saja membuat tingkat kesehatan para operator pasti rendah. Apalagi yang bisnisnya lebih banyak tergantung pada layanan data.
Di sisi lain sebagai pihak pengguna data tentu saja masyarakat sudah sangat enjoy dengan keadaan sekarang. Sehingga kalau nanti berubah naik, maka akan membuat kenyamanannya terganggu.
Untuk itu perlu ada elastisitas dari dua arah hingga tercapainya equilibrium. Karena bila harga tiba-tiba naik, maka pengguna akan berkurang volume pemakaiannya, dan akhirnya kenaikan tarif data pun tidak ada gunanya. Elastisitas dari dua arah ini maksudnya adalah dari operator dan pelanggan.
Namun, lanjut Merza, elastisitas ini tidak boleh mendadak, harus dilakukan stretching secara bertahap hingga tercapai equilibrium. Pada titik itulah terjadi keseimbangan, baik bagi pelanggan maupun industri telekomunikasi di Indonesia secara keseluruhan. Jadi tidak bisa ditentukan berapa besar tarif data yang ideal tersebut.
“Tidak ada kata ideal yang pasti sebelum dilakukan dan dimonitor sampai titik yang tepat,” uja Merza. (Icha/HBS)