Telset.id – Kecanggihan teknologi smartphone berkembang sangat pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Performa dan kelengkapan fitur yang semakin canggih telah membuat smartphone kini menjadi perangkat yang “paling setia” menemani manusia, melebihi kekasihnya sendiri. Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana smartphone bisa secanggih seperti sekarang? Lantas, siapa yang menentukan kehebatan sebuah smartphone?
Setiap smartphone baru di-release, kita biasanya sering melihat jargon marketing yang menggadang-gadang betapa istimewanya smartphone tersebut. Coba tengok beberapa jargon-jargon marketing di bawah ini:
“Fingerprint sensor tercepat, hanya 0,2 detik”, “Dual Camera canggih dengan hasil memukau”, “Irit daya untuk pemakaian seharian dan charging cepat”, “GPS lock yang cepat dilengkapi e-compass”…
Masih banyak lagi istilah atau jargon yang sering kita dengar dan baca di sejumlah iklan yang disebar oleh para vendor.
Dan jangan heran, beberapa hari kemudian, smartphone dengan brand lain juga mempromosikan produk anyarnya yang memiliki konfigurasi mirip dengan jargon marketing seperti ini:
“Fingerprint sensor lebih cepat dibanding kedipan mata, 0,1 detik“, “Dual Camera seperti DSLR”, dan seterusnya…
Kemudian kita bertanya, mengapa brand A dan brand B teknologinya mirip? Bahkan kemudian tiba-tiba ada smartphone brand C yang namanya baru kita dengar, juga memiliki teknologi yang sama. Apakah ketiga brand tersebut sama-sama memiliki tim R&D yang hebat?
Pernahkan berpikir mengapa dalam waktu yang berdekatan smartphone memiliki trend teknologi yang sama? Apakah para vendor ini janjian? Tetapi bukankah mereka saling bersaing? Apakah mereka saling mencontek? Jika mencontek, bukankah ada hak paten?
Jangan mengira semua brand smartphone memiliki tim R&D yang mengerti dari A sampai Z bagaimana membuat sebuah smartphone yang hebat.
Kalau soal pabrikan kita maklum, karena banyak brand tidak memiliki pabrik sendiri dan menyerahkan perakitannya kepada pabrikan lain. Tetapi ternyata banyak juga brand yang tidak memiliki tim R&D dan tidak memiliki tim software sendiri.
Loh, jadi bagaimana mereka bisa memiliki teknologi-teknologi dan fitur yang baru dan hebat yang sama pada smartphone mereka? Jadi siapa di belakang semua fitur dan teknologi tersebut? Jawabannya adalah pembuat chip prosesor.
Prosesor pada smartphone sudah berkembang sedemikian pesat, dan sebagian dari kita masih mengira prosesor smartphone sekarang masih seperti prosesor pada PC yang urusannya hanya mengenai komputasi data. Tidak, karena prosesor pada smartphone disebut SoC atau System on Chip, mampu mengurusi sebagian besar kemampuan utama smartphone.
Di dalamnya bukan hanya prosesor untuk komputasi data, tetapi juga mengurusi banyak bagian yang dulu terpisah-pisah, seperti GPU, ISP, DSP, Modem, dll yang akan kita bahas lebih detail.
Saking pesat dan advance-nya perkembangan prosesor smartphone, Qualcomm sebagai salah satu penyedia SoC prosesor utama di dunia, menganggap sebutan SoC tidak lagi memadai, dan menganggap SoC mereka sudah pantas disebut sebagai platform.
Untuk mengetahui lebih jauh, betulkah SoC sangat berperan dalam menentukan arah trend dan fitur smartphone, mari kita bahas bagian-bagian penting dan kegunaan SoC. Sebagai bahan rujukan, kita akan banyak menggunakan SoC Qualcomm tertinggi saat ini, Snapdragon 835 untuk menjelaskannya.
Apa itu SoC (System on Chip)
Mungkin untuk memudahkan pengertian tentang prosesor dan SoC kita analogikan seperti ini. Selama ini jika kita bicara prosesor, anggaplah kita bicara tentang sebuah rumah, yang di dalamnya kita bisa melakukan kegiatan sehari-hari. Ketika kita bicara SoC, itu bukan lagi sebuah rumah, tetapi sebuah komplek perumahan. Di area perumahan biasanya ada sejumlah fasilitas, seperti pasar, perkantoran, bioskop, resto, tempat ibadah dan lain-lain. Seluruh aktivitas dan kebutuhan dasar kita bisa nyaman dan dipenuhi di area perumahan.
Kalau dulu kita merakit sebuah PC, kita memang membeli prosesor, kemudian untuk melengkapi agar PC bisa menghasilkan gambar kita membutuhkan Graphic Card, agar ada suaranya kita membutuhkan Sound card, dan seterusnya, dalam komponen-komponen yang terpisah.
Hal ini tidak praktis pada sebuah smartphone yang berukuran kompak. Untuk itu dibutuhkan SoC, sebuah chip yang bukan hanya berisi prosesor saja, tetapi ada komponen lain yang sudah terintegrasi yang dibutuhkan smartphone. Seperti misalnya, prosesor grafis, modem untuk internet, pengolah gambar dari kamera, pengolah suara, dan lain-lain.
Mudahnya, pada PC kita seperti mempunyai peralatan yang terpisah, misal pisau, tang, gunting, obeng, dll, pada smartphone SoC ini seperti Swiss Army Knifes, semua sudah ada dalam satu bundel dalam ukuran kompak.
SoC Snapdragon 835 menjadi SoC terkecil saat ini, lebih kecil dari uang logam kita. Ukurannya kurang dari 1cm x 1cm, hanya sekitar 8.5mm x 8.5mm ( 72.3 mm2 ).
Fabrikasinya sudah menggunakan proses terbaru 10nm, 36% lebih kecil dari prosesor sebelumnya Snapdragon 820 dengan fabrikasi 14nm, padahal kecepatan dan fiturnya lebih kompleks. Di dalam ukuran SoC kecil ini terdapat lebih dari 3 milyar transistor.
Dalam ukuran SoC yang kecil ini, semua fungsi dan fitur utama smartphone diatur disetiap bagian “komponen” SoC yang kita jelaskan lebih detail satu persatu.
CPU (Central Processing Unit)
Semua perintah untuk menjalankan setiap task, dikomputasi atau diproses di sini. Semakin cepat CPU, semakin banyak komputasi atau pekerjaan bisa dikerjakan dalam waktu bersamaan. CPU ini salah satu penentu, seberapa cepat smartphone kita bekerja, lelet atau tidaknya.
Istilah quadcore, octacore, adalah berapa banyak inti yang dimiliki CPU. Walau belum tentu semakin banyak inti semakin cepat, dalam proses perkembangannya mengatur core CPU untuk mencapai hasil optimal adalah bagian yang sangat rumit karena setiap pengaturan memiliki konsekuensi.
Misalnya, kecepatan yang tinggi menghasilkan panas yang besar dan juga memakan banyak daya. Smartphone yang panas ketika digenggam dan boros baterai, tidak disukai.
Oleh karena itu sekarang CPU sering dibagi dalam dua grup atau lebih. Satu grup inti prosesor berkecepatan tinggi untuk komputasi cepat menjalankan aplikasi yang rumit dan game berat, dan satu grup lagi inti prosesor yang lebih rendah kecepatannya tetapi irit daya untuk komputasi ringan, misal membaca email, mendengarkan lagu, dll.
Inti CPU prosesor smartphone ini senantiasa memiliki kaidah arsitektur tertentu yang baku, yang kita sering dengar dengan nama ARM, untuk bisa berjalan dengan semestinya di smartphone sesuai dengan sistem operasinya. Misalnya A53, A72, A73, dll.
Kalau kita kembali ke analogi rumah, ini dasar untuk bentuk rumah yang bisa ditempati, misalnya memiliki pondasi, struktur utama, dinding penutup dan atap. Jadi walau prosesor mobile berbeda buatan dan brand, misal Qualcomm, Exynos, Kirin, dll, standar arsitekturnya tetap sama.
Tingkat lebih lanjut, arsitektur inti prosesor ini bisa di kustom, seperti yang dilakukan Qualcomm pada Snapdragon 835 dan menamainya dengan Kryo 280. Kryo 280 ini basis aslinya tetap arsitektur ARM, A73, hanya dimodifikasi. Modifikasi ini dianggap perlu oleh Qualcomm untuk core prosesor bisa bekerja lebih optimal, baik dari sisi kecepatan dan penggunaan daya, khususnya untuk smartphone Android.
GPU (Graphics Processing Unit)
Setiap kita swipe smartphone, tampilan layar berganti, ini seperti kita membalik halaman buku tulis dan menulis ulang di lembar yang kosong. Jika kita bermain game, dalam setiap detik sebenarnya terjadi banyak perubahan gambar, misalnya mobil sedang melaju, atau kita sedang bertempur memerankan tokoh super hero Marvel. Semakin banyak gambar bisa di-render setiap detik yang kita kenal dengan istilah FPS (frames per second), semakin halus dan nyata gambar bergerak.
Proses ini akan sangat lambat jika harus diproses di CPU, untuk itu dibutuhkan komponen lain yang khusus mengurusi grafis, dikenal dengan GPU atau Graphics Processing Unit.
GPU ini juga memiliki basis yang beda dalam pengembangan. Qualcomm selalu menggunakan GPU Adreno dalam SoC nya, GPU ini in house buatan Qualcomm. Sementara standar dari ARM sendiri menggunakan GPU yang dinamakan Mali. GPU ini sering digunakan SoC Exynos dan Mediatek. GPU lain yang terkenal adalah PowerVR dan Nvidia.
Masing-masing GPU memiliki konfigurasi yang berbeda-beda, ada yang mementingkan penggunaan daya yang irit, ada yang mementingkan kecepatan rendering. Dalam setiap kelas type SoC, GPU yang digunakan juga memiliki kelas yang berbeda. Misalnya Pada SoC Qualcomm Snapdragon 820 menggunakan Adreno 530, dan pada Snapdragon 835 menggunakan adreno 540.
GPU ini juga menentukan kelas standar API (Application Program Interface) yang didukung, misalnya Open GL ES, DirectX, Open CL , Vulkan.
Kelas API yang didukung ini berpengaruh kepada kemampuan rendering aplikasi. Jika kita ingin main game kelas berat dengan standar grafis yang baru yang lebih hidup dari Vulkan API, tidak bisa menggunakan smartphone dengan prosesor di bawah Snapdragon 820.
Kelas GPU yang didukung sangat berpengaruh terhadap kualitas gambar yang dihasilkan, misalkan pada game yang sama, dengan kualitas GPU yang baik kita bisa mem-push tampilan grafis menjadi lebih komplek, dengan render bayangan sesuai arah cahaya, efek-efek khusus seperti cahaya mengenai air dengan frame rate yang tetap tinggi tanpa lag, yang tujuan akhirnya menghasilkan gambar yang lebih nyata atau hidup. GPU ini juga berpengaruh untuk aplikasi pengolahan foto dan video.
ISP (Image Signal Processor)
Semakin berkembangnya kemampuan kamera pada smartphone, ISP (Image Signal Processor) ini akan semakin penting, karena ISP yang mengolah cahaya yang diterima sensor kamera menjadi data gambar foto yang bisa kita lihat.
ISP menebak warna dari setiap cahaya yang diterima pixel sensor kamera, menginterpolasi dan menterjemahkannya menjadi gambar. Jika vendor mengatakan kameranya dapat autofocus dengan cepat sepersekian detik, itu adalah hasil kerja dari ISP. Begitu juga dengan auto white balance dan auto exposure, semua hasil kerja dari ISP.
Kemampuan HDR pada kamera smartphone juga sangat bergantung dengan ISP nya, termasuk mengurangi noise, memperbaiki bagian gambar yang lengkung efek dari lensa kamera, mencerahkan bagian gelap di sudut-sudut foto (vignette), pendeteksi wajah, bahkan fitur beragam filter pada kamera adalah hasil kemampuan ISP.
Berapa megapixel maksimal kamera yang didukung, termasuk kemampuan mengolah data bersamaan dari dual camera juga tanggung jawab ISP. Jadi jika ISP pada SoC dikatakan mendukung 2 x 16MP dual camera dan 32MP single camera, berarti itu adalah batasan maksimal hardware yang bisa digunakan vendor saat menggunakan SoC tersebut.
Jika ada yang membuat bocoran misalnya smartphone merek X dilengkapi SoC Snapdragon 835, tetapi mengatakan kamera gandanya masing-masing 23MP, bisa dipastikan bocoran itu salah, karena tidak sesuai standar spesifikasi kemampuan ISP dari Snapdragon 835.
Optical zoom, 4K video, dan seberapa tinggi fps nya, ini juga ditentukan oleh kemampuan ISP di dalam SoC. Walau sensor kamera banyak didengungkan sebagai kampanye marketing kehebatan sebuah kamera smartphone, sebenarnya ISP ini yang punya andil besar turut menentukan sebarapa baik fitur kamera dan hasilnya.
Bersambung ke bagian ke-2…