Telset.id, Jakarta – Industri perfilman saat ini sedang “hangat-hangatnya”, karena banyak munculan film-film menarik yang tak hanya diproduksi dari Hollywood saja, tapi juga oleh berbagai industri perfilman di negara lain seperti China, Korea, India, dan bahkan Indonesia.
Tapi ada satu hal yang boleh dibilang masih menjadi momok yang meresahkan pelaku industri perfilman di seluruh dunia, yakni pembajakan. Ya, masalah pembajakan film hingga kini masih belum bisa teratasi, karena tak bisa dipungkiri banyak penggemar “gratisan” di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Tak hanya meresahkan pelaku di industri perfilman saja, pembajakan film pun cukup meresahkan bagi pelaku industri layanan video-on-demand, sebut saja seperti HOOQ misalnya.
Menurut Country Director HOOQ Indonesia, Guntur Siboro, pembajakan memang sulit untuk dihentikan, tapi pihaknya yakin untuk bisa menarik minat masyarakat untuk menggunakan produk yang legal.
“Di Amerika sana kan ada juga pembajakan seperti Torrent dan lainnya, tapi Netflix bisa melewatinya. Pembajakan memang akan terus ada, tapi kami yakin bisa,” ujar Guntur di sela acara perayaan 1 tahun HOOQ di Indonesia, di Jakarta, Kamis (20/04/2017).
Menurutnya, pembajakan film saat ini masih bisa dikurangi karena di zaman industri kreatif seperti sekarang ini, pengguna akan lebih pintar dalam memilih mana yang legal dan mana yang illegal.
“Sekarang adalah zaman industri kreatif yang diisi anak-anak muda. Karena itu, industri kreatif pasti akan menghargai produk kreatif juga, seperti film,” tukasnya.
HOOQ sendiri baru saja memperkenalkan layanan terbarunya untuk memanjakan pelanggannya yang senang menonton film terkini yakni Transactional VOD (TVOD). Layanan ini menghadirkan berbagai film-film bioskop terbaru dari Asia dan juga Hollywood dengan jangka waktu tiga bulan setelah tayang di bioskop.
Untuk bisa merasakan layanan tersebut, pelanggan hanya harus membayar Rp 29 ribu perfilmnya dan bisa ditonton dalam jangka waktu 48 jam saja. (FHP/HBS)