Penurunan Biaya Interkoneksi Ditunda, Telkomsel: Prosesnya Harus Transparan

Telset.id, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara telah memutuskan untuk menunda penurunan biaya interkoneksi selama 3 bulan ke depan. Menanggapi keputusan tersebut, pihak Telkomsel menyatakan untuk sementara akan menerima dan mematuhi ketentuan, asal prosesnya harus transparan dan independen.

Dalam siaran persnya, Menkominfo Rudiantara telah menyatakan menunda penurunan biaya interkoneksi hingga tiga bulan ke depan. Dengan penundaan ini, maka tarif interkoneksi yang digunakan masih berdasarkan perjanjian kerjasama (PKS) yang lama.

[Baca juga: Menkominfo Tunda Turunkan Tarif Interkoneksi 3 Bulan]

Keputusan tersebut sesuai dengan surat yang diterbitkan Kementerian Komunikasi dan Informatika No.75/HM/KOMINFO/11/2016 tentang Penetapan Perubahan DPI Milik PT Telkom dan PT Telkomsel Tahun 2016 dan Implementasi Biaya Interkoneksi.

“Menanggapi siaran pers yang diterbitkan Kementerian Kominfo, dapat kami sampaikan bahwa sampai saat ini salinan surat asli tersebut belum kami terima,” kata Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, dalam keterangannya yang diterima Telset.id, Kamis (3/11/2016)

Menurut Ririek, Telkomsel untuk sementara menerima dan mematuhi ketentuan seperti yang tercantum dalam siaran pers tersebut, yaitu akan tetap memberlakukan besaran biaya interkoneksi yang telah disepakati pada PKS masing-masing.

Biaya interkoneksi berdasarkan besaran biaya interkoneksi yang telah diimplementasikan tahun 2014 berdasarkan surat Kemkominfo Nomor: 118/KOMINFO/DJPPI/PI.02.04/01/2014 tanggal 30 Januari 2014 perihal Implementasi Biaya Interkoneksi tahun 2014, sampai dengan ditetapkannya besaran biaya interkoneksi berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh verifikator independen, paling lambat tiga bulan sejak tanggal 2 November 2016.

“Namun kami berharap perhitungan biaya interkoneksi tetap berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik Peraturan Pemerintah (PP) No 52 Tahun 2000 maupun Peraturan Menteri (PM) No 8 Tahun 2006,” ujar Ririek.

PP No 52 Tahun 2000 dan PM No 8 Tahun 2006 menyatakan bahwa biaya interkoneksi harus berbasis biaya yang merupakan cost recovery masing-masing operator dalam menggelar jaringan sesuai komitmen pembangunannya sehingga tidak ada operator yang mendapatkan keuntungan dari interkoneksi, dan tidak ada yang dirugikan.

Oleh karena itu, sambung Ririek, perhitungan berbasis biaya dengan model asimetris (tidak sama untuk masing-masing operator) menurutnya adalah yang terbaik dan paling adil, tidak hanya untuk operator tapi juga untuk seluruh pelanggan.

Sebaliknya penerapan model simetris berpotensi membuat operator untuk malas membangun lebih luas lagi karena mereka dengan mudah bisa memanfaatkan jaringan operator yang sudah lebih dahulu membangun.

“Kami juga berharap proses tersebut dijalankan secara transparan dan independen sehingga menciptakan iklim industri telekomunikasi yang sehat,” tegasnya.

Ia memastikan, Telkomsel akan selalu mendorong regulasi yang mendukung pemerataan pembangunan hingga ke pelosok NKRI dengan kualitas layanan yang baik.

Telkomsel  juga terus menjalankan komitmen untuk membangun jaringan telekomunikasi dan terus berupaya memberikan pelayanan  yang terjangkau (affordable), berkelanjutan (sustainable), dan tersedia merata hingga ke pelosok Indonesia untuk kemajuan seluruh rakyat Indonesia.[HBS]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI